Dingin
Pagi
yang cerah, pagi yang akan membawa Dinza, murid baru pindahan dari Bali akan
memulai sekolahnya di SMA Gajah Jantan. SMA Gajah Jantan merupakan salah satu
sekolah unggulan di Jakarta. Dengan tatanan rambut kepang khas wanita Bali, ia
siap memulai hari barunya di sekolah. Masa SMA katanya memanglah masa yang
paling indah dan menyenangkan, ini juga lah yang membuat Dinza semangat bertemu
teman-teman barunya di SMA.
“Pagi
murid-murid, hari ini kalian akan mendapatkan teman baru pindahan dari Bali loh,
sini nak masuk” Bu Anna –wali kelas 10A- menyuruh Dinza masuk. “Nah ini
anak-anak murid baru di sekolah kita, ayo silahkan perkenalkan nama kamu!” Bu
Anna mempersilahkan. “Haloo teman-teman, perkenalkan nama saya Dinza Ni Putu
Sari, biasa dipanggil Dinza. Saya murid pindahan dari Bali, terimakasih” dia
mengedarkan senyuman manisnya ke seluruh kelas. Karena senyumannya itu seluruh
anak cowo histeris melihatnya “waah cantiik yaaa””waah gilss broo cakeep
paraah””kiiww kiwww”. Tak kalah dengan para cowok, para cewek pun juga takjub
melihat kecantikannya “lumayan cantik yah dia”. Akibat kerusuhan tersebut Bu
Anna harus memukul papan tulis dengan spidol untuk menenangkan kelas. “diaaam
semuaa!!! Jangan berisik, kayak baru pertama kali liat cewe aja” kata Bu Anna.
“ah Ibu sirik aja kali liat Dinza cantik buuu” celoteh Ahmad disertai tawa oleh
satu kelas. “sudah diam semua, nah Dinza silahkan duduk di bangku kosong di
situ yaa” perintah Bu Anna, yang disusul anggukan Dinza. Dinza sangat senang
bisa melihat teman-temannya menyukai penampilannya. Namun dia agak heran saat
melihat satu murid yang hanya terdiam dan acuh saat dia memperkenalkan diri tadi.
Benar
saja, tak butuh waktu lama Dinza mendapat teman baru. Dengan paras ayu dan
supel, Dinza bisa dengan mudah menarik anak-anak sekelasnya untuk berteman
dengannya. Namun keheranannya akan satu anak yang dari kemarin terlihat acuh
itu masih berlanjut. Anak lelaki itu tampak acuh dengan sekitarnya bahkan tak
terusik dengan adanya Dinza sebagai murid baru. Tatapannya selalu dingin
seperti es dan tanpa ekspresi, mungkin inilah yang membuat orang-orang segan bahkan
takut untuk memulai percakapan dengannya. Dirundung perasaan ingin tau yang
teramat pekat, Dinza bertanya pada teman sebangkunya, Putri. “eh nama dia siapa
ya put? Dari kemarin diem aja” sambil menunjuknya dengan dagu. “mana? Ooh dia
namanya Roby, dia emang jarang ngomong, sekalinya ngomong paling pas presentasi
atau ada tugas yang mengharuskan dia ngomong di depan. Dia jarang punya temen,
soalnya pada takut sih liat tatapannya yang begitu. Tapi nilai plusnya dia
pinter, ganteng pula hahaha” cerocos Putri tanpa menghiraukan Dinza. “terus
karena dia begitu gak ada yang mau jadi temen dia gitu?” tanya Dinza lagi kepo.
Sebelum sempat Putri menjawabnya, bel istirahat pun berakhir dan pelajaran akan
dilanjutkan. Aku harus coba jadi temennya, gumamnya dinza dalam hati.
Bel usai sekolah pun
berbunyi nyaring, pertanda murid harus segera pulang kerumah. “za, kalo saran
gua sih, jangan coba terlalu deket deh sama Roby. Masalahnya meskipun dia
ganteng dan cool gitu, emosinya labil benget. Pernah sekali Ahmad dipukul
habis-habisan gara-gara ngejek dia soal keluarganya gitu” kata Putri tanpa
seizin Dinza. “ooh gitu, ngeri juga yaa.. tapi seengaknya gue mau coba ah jadi temen
dia. Udah ya gue buru-buru nih ada acara, pulang duluan yaa, daah” celonong
Dinza tanpa menunggu putri terlebih dahulu.
Karena Dinza ingin mengenal daerah di sekiar Jakarta, maka
Dinza meminta untuk tidak di jemput dan lebih memilih menaiki angkutan umum.
Saat menunggu angkutan umum, Dinza melihat Roby pula yang sedang membeli roti di
warung seberang jalan, tak sengaja mata mereka bertemu. Benar saja, Roby hanya
menatapnya dingin tanpa ekspresi. Tanpa sadar, tiba-tiba Dinza sudah dikerumuni
oleh 3 laki-laki besar yang dari tampangnya ingin berbuat jahat kepadanya.
Benar, mereka tiba-tiba menodong kan sebuah pisau kepada dinza. “hmm kayaknya
elo orang kaya nih, jam lo bagus neng” kata salah satu pria tersebut. “udah
bos, kita abisin aja terus kita culik deh hahaha” instruksi seorang lain dari
mereka bertiga. “ampun baang, sss.. sayaa ga punya apa-appppaa... ambil aja nih
jam saya, tap..tap..pii jangan apa-apakan saya” melas dinza kepada para
penjahat itu. “udaah langsung ajaa-“ BRAAAKK!!. Belum habis perampok itu
berbicara, dia tiba-tiba sudah terkapar di tanah bagai nyamuk yang ditepuk
dengan mudahnya. “lo kalo ngerampok jangan sama cewe deh, mereka lemah. Kalo
nyali lo semua ada, maju deh hadepin gue” suara berat itu terdengar sangat
asing bagi dinza, tapi dinza tak peduli dengan suara cowo itu dan sibuk menutup
matanya karena tidak ingin melihat perkelahian itu. BUKK!! BAAK!! Terdengar
sangat jelas di telinga dinza yang sedari tadi hanya menagis mendengar bunyi
pukulan demi pukulan. Sampai akhirnya tak terdengar lagi bunyi pukul-pukalan
tersebut. “kamu gapapa? Yuk bangun aku antar pulang” suara berat itu seakan
sedang berbicara dengannya. Dinza membuka mata dan dilihatnya sosok tinggi dan
berwajah dingin itu, tampak manis dan bersinar disaat dia sedikit tersenyum.
Ya, Roby lah yang telah menyelamatkannya. “mm..maakasih yaaa. Kamu Roby kan?”
tanya dinza. “iyaa, yuk gausah basa basi gapenting gini, mari Aku antar pulang”
dengan hangat dia berkata seperti itu, bahkan tak terlihat sosok dinginnya
selama ini.
“itu kamu berdarah, apa
gapapa?” tanya dinza lagi
“hah? Luka ini? Yaelah udah
biasa. Kadang luka disini ga ada apa-apanya daripada luka di hati” jawab Roby
yang terdengar sedikit puitis di telinga Dinza.
“hahaha, Kamu puitis juga
ya? Kamu juga kayaknya ga sedingin kata orang” celoteh Dinza.
“dont judge a book by its cover. Itu setidaknya yang Aku inget dari
almarhum Ibuku”.
Setelah mereka berbincang-bincang
hangat satu sama lain, Roby mengambil motornya dan mengantarnya sampai dirumah.
Satu hal yang Dinza baru ketahui bahwa, ‘dingin’ tidak selamanya membekukan,
kadang yang ‘dingin’ bisa sangat menghangatkan.
Created by: Yohanes Nyoman

No comments:
Post a Comment