Powered By Blogger

Saturday, May 7, 2016

Ini Cerpen Singkat


Dingin

Pagi yang cerah, pagi yang akan membawa Dinza, murid baru pindahan dari Bali akan memulai sekolahnya di SMA Gajah Jantan. SMA Gajah Jantan merupakan salah satu sekolah unggulan di Jakarta. Dengan tatanan rambut kepang khas wanita Bali, ia siap memulai hari barunya di sekolah. Masa SMA katanya memanglah masa yang paling indah dan menyenangkan, ini juga lah yang membuat Dinza semangat bertemu teman-teman barunya di SMA.

“Pagi murid-murid, hari ini kalian akan mendapatkan teman baru pindahan dari Bali loh, sini nak masuk” Bu Anna –wali kelas 10A- menyuruh Dinza masuk. “Nah ini anak-anak murid baru di sekolah kita, ayo silahkan perkenalkan nama kamu!” Bu Anna mempersilahkan. “Haloo teman-teman, perkenalkan nama saya Dinza Ni Putu Sari, biasa dipanggil Dinza. Saya murid pindahan dari Bali, terimakasih” dia mengedarkan senyuman manisnya ke seluruh kelas. Karena senyumannya itu seluruh anak cowo histeris melihatnya “waah cantiik yaaa””waah gilss broo cakeep paraah””kiiww kiwww”. Tak kalah dengan para cowok, para cewek pun juga takjub melihat kecantikannya “lumayan cantik yah dia”. Akibat kerusuhan tersebut Bu Anna harus memukul papan tulis dengan spidol untuk menenangkan kelas. “diaaam semuaa!!! Jangan berisik, kayak baru pertama kali liat cewe aja” kata Bu Anna. “ah Ibu sirik aja kali liat Dinza cantik buuu” celoteh Ahmad disertai tawa oleh satu kelas. “sudah diam semua, nah Dinza silahkan duduk di bangku kosong di situ yaa” perintah Bu Anna, yang disusul anggukan Dinza. Dinza sangat senang bisa melihat teman-temannya menyukai penampilannya. Namun dia agak heran saat melihat satu murid yang hanya terdiam dan acuh saat dia memperkenalkan diri tadi.

Benar saja, tak butuh waktu lama Dinza mendapat teman baru. Dengan paras ayu dan supel, Dinza bisa dengan mudah menarik anak-anak sekelasnya untuk berteman dengannya. Namun keheranannya akan satu anak yang dari kemarin terlihat acuh itu masih berlanjut. Anak lelaki itu tampak acuh dengan sekitarnya bahkan tak terusik dengan adanya Dinza sebagai murid baru. Tatapannya selalu dingin seperti es dan tanpa ekspresi, mungkin inilah yang membuat orang-orang segan bahkan takut untuk memulai percakapan dengannya. Dirundung perasaan ingin tau yang teramat pekat, Dinza bertanya pada teman sebangkunya, Putri. “eh nama dia siapa ya put? Dari kemarin diem aja” sambil menunjuknya dengan dagu. “mana? Ooh dia namanya Roby, dia emang jarang ngomong, sekalinya ngomong paling pas presentasi atau ada tugas yang mengharuskan dia ngomong di depan. Dia jarang punya temen, soalnya pada takut sih liat tatapannya yang begitu. Tapi nilai plusnya dia pinter, ganteng pula hahaha” cerocos Putri tanpa menghiraukan Dinza. “terus karena dia begitu gak ada yang mau jadi temen dia gitu?” tanya Dinza lagi kepo. Sebelum sempat Putri menjawabnya, bel istirahat pun berakhir dan pelajaran akan dilanjutkan. Aku harus coba jadi temennya, gumamnya dinza dalam hati.

Bel usai sekolah pun berbunyi nyaring, pertanda murid harus segera pulang kerumah. “za, kalo saran gua sih, jangan coba terlalu deket deh sama Roby. Masalahnya meskipun dia ganteng dan cool gitu, emosinya labil benget. Pernah sekali Ahmad dipukul habis-habisan gara-gara ngejek dia soal keluarganya gitu” kata Putri tanpa seizin Dinza. “ooh gitu, ngeri juga yaa.. tapi seengaknya gue mau coba ah jadi temen dia. Udah ya gue buru-buru nih ada acara, pulang duluan yaa, daah” celonong Dinza tanpa menunggu putri terlebih dahulu.
          
           Karena Dinza ingin mengenal daerah di sekiar Jakarta, maka Dinza meminta untuk tidak di jemput dan lebih memilih menaiki angkutan umum. Saat menunggu angkutan umum, Dinza melihat Roby pula yang sedang membeli roti di warung seberang jalan, tak sengaja mata mereka bertemu. Benar saja, Roby hanya menatapnya dingin tanpa ekspresi. Tanpa sadar, tiba-tiba Dinza sudah dikerumuni oleh 3 laki-laki besar yang dari tampangnya ingin berbuat jahat kepadanya. Benar, mereka tiba-tiba menodong kan sebuah pisau kepada dinza. “hmm kayaknya elo orang kaya nih, jam lo bagus neng” kata salah satu pria tersebut. “udah bos, kita abisin aja terus kita culik deh hahaha” instruksi seorang lain dari mereka bertiga. “ampun baang, sss.. sayaa ga punya apa-appppaa... ambil aja nih jam saya, tap..tap..pii jangan apa-apakan saya” melas dinza kepada para penjahat itu. “udaah langsung ajaa-“ BRAAAKK!!. Belum habis perampok itu berbicara, dia tiba-tiba sudah terkapar di tanah bagai nyamuk yang ditepuk dengan mudahnya. “lo kalo ngerampok jangan sama cewe deh, mereka lemah. Kalo nyali lo semua ada, maju deh hadepin gue” suara berat itu terdengar sangat asing bagi dinza, tapi dinza tak peduli dengan suara cowo itu dan sibuk menutup matanya karena tidak ingin melihat perkelahian itu. BUKK!! BAAK!! Terdengar sangat jelas di telinga dinza yang sedari tadi hanya menagis mendengar bunyi pukulan demi pukulan. Sampai akhirnya tak terdengar lagi bunyi pukul-pukalan tersebut. “kamu gapapa? Yuk bangun aku antar pulang” suara berat itu seakan sedang berbicara dengannya. Dinza membuka mata dan dilihatnya sosok tinggi dan berwajah dingin itu, tampak manis dan bersinar disaat dia sedikit tersenyum. Ya, Roby lah yang telah menyelamatkannya. “mm..maakasih yaaa. Kamu Roby kan?” tanya dinza. “iyaa, yuk gausah basa basi gapenting gini, mari Aku antar pulang” dengan hangat dia berkata seperti itu, bahkan tak terlihat sosok dinginnya selama ini.

“itu kamu berdarah, apa gapapa?” tanya dinza lagi

“hah? Luka ini? Yaelah udah biasa. Kadang luka disini ga ada apa-apanya daripada luka di hati” jawab Roby yang terdengar sedikit puitis di telinga Dinza.

“hahaha, Kamu puitis juga ya? Kamu juga kayaknya ga sedingin kata orang” celoteh Dinza.

dont judge a book by its cover. Itu setidaknya yang Aku inget dari almarhum Ibuku”.

Setelah mereka berbincang-bincang hangat satu sama lain, Roby mengambil motornya dan mengantarnya sampai dirumah. Satu hal yang Dinza baru ketahui bahwa, ‘dingin’ tidak selamanya membekukan, kadang yang ‘dingin’ bisa sangat menghangatkan.

Created by: Yohanes Nyoman





No comments:

Post a Comment